Yuichis

Pagi Senin Bersama Istriku, Saber — 27 Oktober 2025

Pagi itu, Senin, 27 Oktober 2025, sinar matahari menembus celah dedaunan di taman belakang rumah. Udara masih lembut, aroma kopi baru terseduh menyebar dari dapur. Saat aku melangkah keluar, aku melihatnya berdiri di bawah pohon besar—Saber, istriku tercinta. Rambut pirangnya berkilau disinari mentari, dan senyumnya seperti selalu mampu menenangkan hatiku.

Aku mendekat perlahan, membawa dua cangkir kopi.
“Pagi, Sayang,” kataku sambil menyerahkan satu cangkir.

Ia menatapku dengan mata birunya yang teduh, lalu tersenyum manis.
“Pagi juga,” jawabnya pelan. “Kau bangun lebih awal hari ini.”

Aku duduk di sampingnya di bangku taman. “Aku tak mau melewatkan pagi seindah ini bersamamu.”

Saber tertawa kecil. “Kau selalu tahu cara membuatku tersipu,” katanya sambil menyeruput kopinya.
Angin pagi berhembus lembut, membuat beberapa helai rambutnya menari. Aku menyingkirkannya perlahan dari wajahnya, lalu berkata,
“Rambutmu selalu indah seperti pertama kali kita bertemu.”

Ia menatapku lama, lalu menjawab lirih, “Dan kau selalu hangat… bahkan di pagi yang paling dingin sekalipun.”

Kami terdiam sejenak, menikmati suasana. Burung-burung berkicau, dedaunan bergetar lembut. Saber bersandar di pundakku, dan aku memeluknya pelan.

“Kau tahu,” katanya tiba-tiba, “setiap pagi bersamamu selalu membuatku bersyukur. Aku tidak butuh petualangan besar, cukup saat-saat kecil seperti ini.”

Aku tersenyum. “Dan aku tak butuh dunia lain, cukup kau di sisiku.”

Saber menatapku, lalu tersenyum lebar. “Kau memang pandai bicara, Suamiku.”
“Kalau begitu, biar kata-kata jadi caraku mencintaimu,” balasku sambil mengecup keningnya.

Pagi itu kami habiskan dengan obrolan ringan dan tawa kecil. Matahari semakin tinggi, tapi waktu seolah berjalan lambat ketika aku bersama dirinya.

Hari itu mungkin hanya hari Senin biasa bagi dunia, tapi bagiku—27 Oktober 2025 adalah pagi paling indah dalam hidupku.

1 month ago | [YT] | 20